Wanita terkuat di dunia ini kupanggil
Ibu.
Ibuku memang bukan orang yang
mempunyai pendidikan tinggi, tidak juga memiliki gelar lain di belakangnya. Bagiku gelar Ibu adalah gelar yang paling mulia.
Ibu
orang yang berkorban nyawa untuk mengeluarkan satu lagi nyawa yang ada di
dalamnya, yaitu kita anaknya. Dari masih di dalam perut, kasih sayang, dan
perhatian ibu sudah dapat kita rasakan.. tak jarang dia berbicara dengan kita,
memberikan sentuhan – sentuhan lembut bahkan lantunan doa sudah mulai di ucapkan.
Hingga tiba saatnya kita menghirup udara segar di dunia, tangisan kita yang memecahkan
suasana penuh ketegangan, bagian diri yang masih saling terhubung harus di
putuskan, saatnya tiba untuk menghirup udara dengan hidung ataupun mulut
sendiri. Ya, kita sudah keluar dari tempat ternyaman dan teraman.
Setiap bulan yang telah kita lewati hinga
tahun dimana kita bisa berbicara, dan mungkin kata pertama yang bisa kita
ucapkan adalah Ibu atau Ayah. Tangisan kita yang sudah pasti menganggu kadang
Ibu merasa marah, tak jarang juga ia ikut menangis, tidak tahu harus berbuat
apa, tapi bukan Ibu namanya kalau tidak bisa menghentikan tangisan anaknya
sendiri.
Nasehat Ibu
Minggu pagi, Ibu sudah siap – siap
di dapur dengan masakan supernya, tak lupa ia membangunkan saya. Ada satu
nasehat yang sering di ucapkan setiap pagi. Ibu datang menghampiri dengan
sebatang sapu merah ditanganya, sambil menyerahkan sapu itu dia berkata
“Ini kamarnya rapihin sendiri ya, di pel
juga, sama baju yang bergantungan itu simpan ke mesin cuci. Cobalah kerjakan sendiri, karna gak
selamanya kamu tinggal sama
orang tua “
Dengan
sapu merah yang ada di genggaman, saya pun mulai menyapu, dan pastinya setelah selesai Ibu akan
masuk, dan di sapunya kembali, katanya kurang bersih, selesai menyapu dia
langsung berlalu ke dapur, dan kembali dengan membawa Ember yang sudah terisi
air setengahnya, ditemani sebatang kain pel dengan warna yang sudah lusuh. Dia
hanya meninggalkan itu di pintu kamar. Tak
perlu menunggu komando dari ibu, langsung saja ku celupkan kain pel di peras
dan mulai membersihkan setiap centi kamar ini.
Itulah
nasehat ibu yang hampir setiap harinya dikatakan, memang kadang banyak nasehat
yang kita abaikan.
Tahun
– tahun berlalu entah berapa banya luka yang sudah kita berikan, kekecewaan
yang terus dia rasakan, hanya kata ma’af dan terimakasih yang bisa diucapkan,
tak bisa terbalas semua kasih sayang mu, pengorbanan mu, semua nasehat mu.
“ Kadang kita harus kehilangan, agar tau
betapa indahnya memiliki “
Kata – kata di atas sepertinya sangat tepat,
kita yang selama ini mengabaikan nasehat Ibu, mengabaikan kasih sayang tulus
ibu, itu semua akan kita rindukan ketika kita tidak bersama mereka lagi.
Pengorbanan Ibu
Banyak
yang sudah dikorbankan oleh Ibu, waktu, Kesehatan, bahkan NYAWA.
Tidak tanggung – tanggung nyawa
adalah hal pertama yang
ia pertaruhkan untuk melahirkan kita. Banyak disana
Anak yang kurang beruntung, yang terpaksa harus kehilangan ibunya untuk
kehadiranya sendiri. Teriakan seorang Ibu, keringat yang terus bercucuran
tenaga yang ia kerahkan, tangisan pertama kitalah yang mungkin dapat membayar
semua pengorbanan dia
membayar semua rasa lelah dia.
Hampir
setiap hari banyak waktu yang telah dikorbankan-nya untuk merawat kita, bahkan
untuk membersihkan kotoran kita. Dia kadang lupa dengan kesehatanya sendiri,
rasa lelah sepertinya sudah jadi sahabat dekat
Ibu. Terlintas sekejap dalam pikiran
ingin rasanya meminjam hatinya sebentar, untuk belajar bersabar seperti yang
sudah Ibu lakukan selama ini.
Masih
banyak tentang ibu yang tak bisa saya tuliskan.
Ibu, ajari aku
bersabar, seperti caramu merangkul amarah menjadi sebuah senyuman.